Monday, August 2, 2010

Ceramah Israk Mikraj di Istiqlal 2009

DENGAN PERINGATAN ISRA’ MI’RAJ
KITA PERKUAT PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
Oleh :
Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, MA
Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo
Peserta PPSA XVI Lemhannas RI Tahun 2009


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. والصلاة والسلام علي أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي أله وصحبه أجمعين.



Yang kami hormati Bapak Presiden Republik Indonesia beserta Ibu Hajjah Ani Bambang Yudhoyono;

Yang kami hormati Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia beserta Ibu Hajjah Mufidah Jusuf Kalla;

Yang kami hormati Para Pimpinan Lembaga Negara;

Yang kami hormati Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;

Yang Mulia Para Duta Besar dan Kepala Perwakilan Negara-negara Sahabat;

Yang kami muliakan Para Alim Ulama dan Cendekiawan;

Hadirin dan Hadirat yang berbahagia.

Pertama-tama, marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena pada malam yang penuh berkah ini, kita dapat hadir dalam majelis yang mulia ini untuk memperingati peristiwa isra’ mi’raj yang agung dan sarat dengan nilai-nilai spiritual kemanusiaan.

Selanjutnya, marilah kita haturkan selawat dan salam kepada junjungan yang mulia, nabi dan pemimpin umat, penerang jalan dari gelapnya angkara murka. Satu-satunya nabi yang di-isra’ mi’raj-kan, Rasulullah, Muhammad SAW.

Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang terhormat, kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia

Pembahasan Isra’ Mi’raj tidak dapat dipisahkan dengan puncak dari rangkaian tragedi yang menimpa Nabi. Seperti kita ketahui, peristiwa Isra’ Mi’raj didahului dengan meninggalnya Abu Thalib, paman Nabi yang sangat berjasa di dalam membimbing proses pematangan pribadi Nabi, lalu disusul wafatnya Siti Khadijah, sang istri yang begitu besar jasanya di dalam mengawal perjuangan misi suci yang diemban Nabi. Kedua orang ini merupakan figur yang sejak awal menjadi tulang punggung sekaligus penyangga dakwah Nabi Muhammad SAW. Setelah keduanya meninggal maka semakin memuncaklah berbagai tekanan dan siksaan kaum kafir Quraisy terhadap Nabi. Tidak ada lagi orang yang paling dalam di dalam hidupnya yang bisa memberikan perlindungan fisik dan psikis. Nabi semakin terpojok dengan tekanan politik dan blokade ekonomi terhadap kaum dan etnik pengikutnya. Tidak heran kalau tahun ini disebut sebagai tahun kesengsaraan (’amul-khazn).

Dalam suasana seperti inilah, Allah SWT menunjukkan kekuasan-Nya dengan memperjalankan Nabi-Nya ke Masjidil Aqsha dan selanjutnya ke Sidratil Muntaha yang kemudian lebih populer dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Isra’ biasa diartikan perjalanan horizontal Nabi dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis atau Masjid Aqsha, di Palestina; dan Mi’raj diartikan sebagai perjalanan vertikal Nabi dari Masjidil Aqsha ke Sidratil Muntaha, suatu tempat yang tak pernah dijamah makhluk selain Rasulullah SAW. Ini semua memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa, di balik sebuah kegetiran hidup di situ ada tantangan menuju kemuliaan. Di balik sebuah penderitaan di situ ada kesuksesan. Di balik sebuah perjuangan di situ ada keberhasilan. Kegetiran hidup dan akumulasi berbagai kekecewaan dan penderitaan seringkali menjanjikan keberhasilan monumental. Ini sejalan dengan janji Allah SWT dalam Q.S. al-Insyirah/94: 6:

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Kita sebagai warga bangsa, sepatutnya tidak menyikapi berbagai kesulitan hidup dengan kekecewaan dan keputusasaan. Islam mengajarkan kita untuk tetap bersikap optimis dan penuh semangat juang, karena seberat apa pun problem yang dihadapi hamba-Nya, baik sebagai pribadi maupun sebagai komunitas masyarakat, pasti tetap dalam batas kewajaran, karena tidak mungkin Allah SWT menurunkan cobaan kepada hamba-Nya melampaui ambang daya dukung-Nya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah/2: 286:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.



Bapak Presiden dan Wakil Presiden serta Hadirin Rahimakumullah.

Isra' Mi'raj mengajarkan kita untuk menjadi sosok pribadi yang berpersepsi positif, berpikiran jernih, berhati bersih, berniat baik, dan berjiwa tenang. Pribadi seperti ini amat dibutuhkan ketika bangsa kita sedang berjuang untuk meningkatkan citra dan martabatnya di dalam kancah pergumulan dunia internasional.

Isra' Mi'raj juga mengajak kita menggunakan taktik dan strategi di dalam memperjuangkan visi dan misi dalam kehidupan. Tidak lama setelah Isra' Mi'raj, Rasulullah memilih untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah). Memilih untuk hijrah bukan langkah pengecut meninggalkan umatnya di Mekkah lalu beliau bersama segelintir sahabatnya mencari selamat sendiri ke Madinah, seperti tudingan kalangan orientalis. Strategi hijrah ditempuh untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta lebih banyak. Allah SWT sendiri selalu mengedepankan arti hijrah. Perintah jihad di dalam Al-Qur'an terulang beberapa kali, tetapi selalu didahulukan perintah hijrah baru jihad. Demikian pula, berjihad dengan harta selalu dikedepankan baru berjihad dengan jiwa (fisik). Salah satu ayat tersebut ialah:

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. al-Taubah/9: 20).

Tugas kita adalah mengajak dan berdakwah untuk semua orang. Apakah mereka akan ikut atau tidak, itu urusan Allah SWT. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, sebagaimana firman Allah:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (Q.S. Yunus/10:99).

Dalam ayat lain disebutkan:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Q.S. al-Qashash/28: 56).

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa sebagus apa pun suatu tujuan tidak boleh diwujudkan dengan kekerasan. Memaksakan kehendak, apalagi melalui cara-cara kekerasan dan terorisme sama sekali tidak sejalan dengan semangat Al-Qur'an dan Hadis. Karena itu, kelompok mayoritas atau mainstream Muslim harus berani menyuarakan kebenaran universal Al-Qur'an dan Hadis. Sudah waktunya kelompok mainstream Muslim mengambil-alih klaim Islam dari kelompok minoritas. Kita tidak boleh membenarkan ada orang atau kelompok atas nama Al-Qur'an dan Hadis lantas menyebarkan kekerasan, apalagi sampai melayangkan nyawa tak berdosa. Allah SWT menegaskan:

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Q.S. al-Ma’idah/5: 32).

Dalam Surah al-Isra', surah yang menjelaskan peristiwa Isra' Mi'raj ini, Allah SWT betul-betul memuliakan semua orang yang merasa anak-anak cucu Adam, apa pun etnik, jenis kelamin, dan agamanya.

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. al-Isra'/17: 70).



Bapak Presiden dan Wakil Presiden serta Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT

Momentum Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa yang sangat fenomenal dalam sejarah umat Islam. Karena dari peristiwa inilah Nabi memperoleh ibadah shalat lima waktu yang datangnya langsung dari Allah SWT.

Perintah shalat ini kemudian menjadi ibadah wajib bagi setiap umat Islam dan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan ibadah wajib lainnya, sehingga dalam konteks spiritual-imaniah maupun perspektif rasional-ilmiah, Isra’ Mi’raj merupakan kajian yang tak kunjung kering inspirasi dan hikmahnya bagi kehidupan umat Islam.

Perjalanan Isra’ Mi’raj memiliki misi besar Nabi bagi umatnya yang kelak menjadi tiang agama, ‘imadud-din, yaitu menerima perintah kewajiban shalat.

من اقام الصلاة فقد اقام الدين ومن تركها فقد هدم الدين.

Siapa yang mendirikan shalat, sesungguhnya ia telah menegakkan agama dan siapa yang meninggalkannya (shalat), sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama. (Hadis riwayat al-Baihaqiy).

Makna Isra’ Mi’raj merupakan sebuah ‘wisata spiritual’ yang melampaui batas-batas dimensi logika dan intelektualitas manusia.

Nabi memandang bahwa shalat adalah bagaikan Mi’raj, bertemu dan bermunajatnya hamba dengan Khaliq, Allah ‘Azza wa Jalla, sehingga Nabi menyatakan, “Ash-shalatu mi’rajul-mu’minin” (Shalat adalah mi’rajnya orang-orang beriman). Shalat yang benar-benar shalat adalah ritual yang menjadi sarana bagi orang beriman untuk ‘naik’ malampaui keadaan-keadaan material dan duniawi yang mengungkungnya untuk kemudian “kembali” kepada Sumber Roh Kebenaran Murni, yaitu Allah SWT. Oleh sebab itu, shalat ini merupakan puncak pengalaman spiritual seorang hamba kepada Tuhannya, sehingga ketika shalat didirikan dengan baik dan sesuai prosedur yang ditetapkan oleh Allah, maka akan berimplikasi pada perilaku dan pola hidup seseorang. Inilah shalat yang fungsional, bukan sekadar rutinitas.

Shalat berjamaah merupakan pelajaran besar bagi siapa pun yang ingin mengambil i'tibar di dalamnya. Shalat mengajarkan kepada kita rasa persatuan, kesatuan, dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Shalat berjamaah merupakan laboratorium perwujudan masyarakat ideal. Di sana ada imam yang berwibawa, ada makmun yang taat, dan ada imamah, aturan yang ditaati oleh kedua belah pihak. Untuk mewujudkan suatu masyarakat ideal, Allah SWT memberikan petunjuk di dalam Q.S. al-Nisa’/4: 59:



Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian, kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnah)nya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.



Sebaliknya, Allah SWT telah berfirman tentang larangan bercerai-berai, sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Ali ‘Imran/3: 105:







Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.



Mewujudkan jiwa ukhuwah Islamiyah dalam implementasi shalat berjamaah, kiranya tidak dibatasi kultur dan sub kultur atau etnik. Islam adalah agama yang lebih mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan, sehingga terbentuk kebersamaan melalui gotong-royong, saling membantu, dengan amal kebajikan dan takwa kepada Allah dalam membangun bangsa dan negara ini. Yang pada akhirnya akan terwujudlah suatu masyarakat yang tenteram, damai, dan beradab.

Di sini, patut kita memberikan pujian dan penghargaan kepada the founding fathers bangsa kita, yang begitu arif telah merumuskan dasar negara kita, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, di mana rumusan Pancasila termaktub di dalamnya. Dasar negara ini telah terbukti dapat membingkai ‘tri ukhuwah’, yaitu ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan keagamaan). Sepanjang kita masih menjunjung tinggi azas kenegaraan dan kebangsaan tersebut, maka sepanjang itu, insya Allah, bangsa kita akan terwujud sebagai bangsa yang disegani oleh bangsa lain. Sebaliknya, jika azas tersebut ditinggalkan, maka tidak mustahil bangsa kita akan menjadi penonton terhadap kejayaan bangsa lain.



Bapak Presiden dan Wakil Presiden serta kaum Muslimin yang berbahagia

Dalam era pasca pemilihan umum yang baru lalu, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, melalui peringatan Isra’ Mi’raj ini, tentu sangat bijaksana jika kembali mempererat tali ukhuwah dan persaudaraan kita. Insya Allah, sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan 1430 H, semoga Allah SWT memberikan umur yang panjang kepada kita dan mengampuni dari segala dosa dan kekeliruan yang pernah kita lakukan. Amin ya Rabbal-‘alamin.

Demikianlah seuntai hikmah Isra’ Mi‘raj Rasulullah SAW, sebuah peristiwa sejarah yang agung dan menakjubkan. Semoga Allah memasukkan ke dalam diri kita sebanyak mungkin pelajaran (i’tibar) dari perjalanan beliau yang suci. Kita bangsa Indonesia, bangsa Muslim terbesar di dunia ini memiliki tantangan yang luar biasa untuk membuktikan bahwa risalah Ilahi adalah benar adanya dan akan menghantarkan manusia pada kebahagiaan yang sempurna. Islam yang benar adalah Islam yang tampak pada pribadi Rasulullah, terutama sepulang Isra’ Mi‘raj. Beliau menjadi terarah, tenang, matang, optimis, penuh percaya diri, dan menjadi rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil-‘alamin). Dengan sikap dasar itulah beliau memimpin bangsanya, menemukan jalan keluar, berkreasi, dan berinovasi menciptakan solusi serta membangun perdamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Semoga Allah SWT senantiasa merahmati bangsa Indonesia untuk tetap dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, di bawah kepemimpinan Presiden Republik Indonesia, Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden, Bapak H. Muhammad Jusuf Kalla. Semoga Allah melindungi bangsa Indonesia serta menunjukinya ke jalan yang lurus, sehingga kita mampu mewujudkan cita-cita luhur dan tujuan nasional kita, yakni Negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dalam pada itu, untuk dapat mencapai cita-cita dan tujuan tersebut, marilah kita hayati dan amalkan firman Allah dalam Q.S. al-A‘raf/7: 96:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dan jika sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri.

Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya atas perkenan dan perhatian Bapak Presiden beserta Ibu, Bapak Wakil Presiden beserta Ibu, serta hadirin sekalian. Kami pun memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan.

Semoga peringatan Isra’ Mi’raj kita kali ini betul-betul membawa rahmat dan berkah untuk kita semua.

Amin ya Rabbal-‘alamin

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 27 Rajab 1430

21 Juli 2009

MA



Sumber Bacaan

Al-Gazali, Muhammad. Fiqh al-Sirah. Kairo: Dar al-Diyan li al-Turats, 1407/1987.

Mahmud, 'Abd al-Halim. Al-Isra’ wa al-Mi'raj. Kairo: Dar al-Ma'arif, 1992.

Ruhiat, K.H. Ilyas. Isra’ Mi'raj Sebagai Peneguh Iman dan Taqwa. Jakarta: PHBI – Departemen Agama RI, 1994.

Shihab, M. Quraish. "Membumikan" Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1415/1994.

Shihab, M. Quraish. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung: Mizan, 1417/1996.

Al-Sya'rawiy, M. Mutawalli. Al-Mu'jizat al-Kubra al-Isra’ wa al-Mi'raj. Mesir: Maktabah al-Sya'rawi al-Islamiyah, 1990.

Yudhoyono, Susilo Bambang. Menuju Negara Kebangsaan Modern, Wawasan Kebangsaan dan Indonesia Masa Depan. Jakarta: Brighten Press, 2004.











BIOGRAFI PENULIS

Muhammadiyah Amin, lahir di Kuala Enok-Indragiri Hilir-Riau, pada 14 Agustus 1963, adalah Guru Besar (IV/d) dalam matakuliah Hadis/Ilmu Hadis pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar. Segera setelah meraih Doktor pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (21 Februari 2003), dipercaya menjadi Asisten Direktur II Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar (2003-2007) dan sebelum masa jabatan berakhir, dipilih menjadi Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo (2006-2010). Kini, sedang mengikuti Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVI Lemhannas RI Tahun 2009.

Penerima Awards Karya Ilmiah Dosen PTAI 2003 dan penerima Awards Karya Ilmiah Internasional Dosen PTAI 2007. Aktif menulis artikel di berbagai majalah dan jurnal serta mengedit buku. Karya-karyanya: ‘Ulumul Hadis I-IX (Anggota Tim; Jakarta: Departemen Agama RI., 1993), Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera: Tafsir Surat al-Fatihah (Editor; Jakarta, Penerbit Kalimah, 1999), KH. Ali Yafie, Jati Diri Tempaan Fiqih (Editor; Jakarta: FKMPASS - Bank Muamalat Indonesia, 2001), Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti (Riau: Mumtaz, 2003), salah satu penulis dalam Approaches to the Qur’an in Contemporary Indonesia (New York: Oxford University Press, 2005), salah satu penulis dalam Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati-PSQ - Yayasan Peguyuban Ikhlas, 2007), I‘tikaf dalam Perspektif Hadis Nabi (Yogyakarta: Grha Guru, 2007), Ilmu Hadis (Yogyakarta: Grha Guru, 2008), dan Aktualisasi Moral dan Etika Kepemimpinan Nasional (proses penerbitan).





PERINGATAN ISRA’ MI‘RAJ

NABI MUHAMMAD SAW

Selasa, 27 RAJAB 1430 H

21 JULI 2009 M

Masjid Istiqlal Jakarta







Tema:

Dengan Peringatan Isra’ Mi‘raj

Kita Perkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa





Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, M.A.

Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo

Peserta PPSA XVI Lemhannas RI Tahun 2009







DITERBITKAN OLEH:

Panitia Hari-hari Besar Islam (PHBI) Departemen Agama RI

Tahun 2009







Baca Selengkapnya..